Sejarah Rajut
Sampai saat ini, sejarah rajutan masih menjadi pertanyaan besar terutama bagi kalangan pemerhati dan para riset dunia rajutan. Pasalnya, belum ada bukti jelas tentang siapa pelopor rajutan pertama kali, seni merajut dimulai tahun ke berapa, asal-muasal dari budaya negara mana, dan seterusnya.
Sepasang kaos kaki berbahan katun dengan motif rajutan tangan stockinette stitch merupakan karya rajutan yang pertama kali ditemukan pada tahun 1000 M di Mesir dengan motif kaligrafi yang sangat rumit. Diduga, teknik merajut yang kita pakai hingga saat ini memang berasal dari Timur Tengah.
Teknik merajut permadani yang dilakukan oleh mayoritas penduduk Timur Tengah inilah yang menjadi daya tarik bagi negara Eropa, terutama Spanyol dan Italia. Setelah itu, menyebar hingga ke separuh belahan dunia. Sehingga keterampilan merajut ini pun sudah menyebar hampir di seluruh negara Eropa.
Memang banyak periset dan pemerhati dunia rajutan berpendapat bahwa teknik rajut berasal dari Islam Timur Tengah. Bahkan Julie Theaker, salah satu periset sejarah rajutan menulis sebuah artikel yang berjudul History of Knitting yang dimuat di situs www.knitty.com mengungkapkan dengan tajam dan jelas bahwa merajut kemungkinan besar berasal dari Timur Tengah.
Pernyataan tersebut didukung oleh 2 alasan yang logis, yaitu:
Bahan rajutan kuno yang ditemukan berbahan benang yang berasal dari sutra dan katun. Jika budaya merajut memang berasal dari Eropa, seharusnya benang yang dipakai untuk merajut berasal dari wol.
Teknik merajut knitting hampir semua dimulai dari arah kanan ke kiri, bukan sebaliknya, dari kiri ke kanan (kidal). Jika dianalogikan dengan budaya menulis Arab masyarakat Timur Tengah, mereka memulai tulisan dari kanan ke kiri. Berbeda dengan budaya menulis masyarakat Eropa.
Seni merajut pernah mengalami masa keemasan di Eropa pada abad pertengahan. Bukan hanya alat, bahan dan peralatan merajut lainnya dikembangkan, bahkan merekamembuat benang rajutan yang berasal dari emas untuk merajut jubah bagi para pembesar istana. Dan rajutan pun menjadi icon bagi kalangan tertentu saja. Serta para perajut pada masa itu dianggap sebagai orang terhormat.
Hampir semua perajut pada masa itu berjenis kelamin laki-laki. Dan jika ada seorang pemuda yang ingin bergabung, maka dia harus magang dan melayani master perajut yang ada. Serta mengikuti ujian/tes dengan menghasilkan kreasi rajutan dengan jenis rajutan terbaru dan benang rajut khusus. Setelah lulus dari tes, barulah dia bisa menyandang gelar master perajut. Dan diperbolehkan menerima murid.
Ada peraturan khusus dalam mengajar merajut, terutama dalam hal kualitas bahan dan motif rajutan. sehingga hasil rajutan yang diperoleh saat itu memang benar-benar berkualitas. Jika ada seorang master perajut melanggar aturan, maka dia akan dikeluarkan dari organisasi perajut kuno (komunitas merajut) dan dicopot gelar masternya.
Namun, seiring perkembangan zaman dan penduduk yang semakin bertambah, bisa jadi mereka yang dikeluarkan dari organisasi/komunitas rajut tersebut menjadikan kegiatan merajut menjadi lebih familiar dan bisa dikerjakan oleh siapa pun dari semua golongan tanpa pandang gelar dengan teknik yang beragam.
Semenjak saat itulah, ilmu merajut menyebar luas ke berbagai negara dengan teknik dan karakteristis yang berbeda tiap daerah. Contoh: budaya merajut sweater masyarakat di Pulau Aran memiliki ciri khas kabel dengan pelintiran yang rumit. Sedangkan di Peru, hasil rajutannya selalu dikombinasikan dengan berbagai warna seperti motif Fair Isle dari Skandinavia. Sekilas terlihat mirip, tetapi ada perbedaan khas di antara keduanya.
By: Rizki Fajrin Maulana (RizRaj Collection)
Nice
BalasHapusJadi pengen beli bahan rajut
BalasHapusPosting Komentar